Indahnya Belajar dan Mengajar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
Posted by admin - -

Alhamdulillah hari ini bisa hadir di kuliah rutin #ibuprofesional Salatiga setelah sekian lama aku tidak bisa hadir. Sudah terlalu kangen dan ada kesempatan untuk ijin meninggalkan sekolah, langsung cus ke margosari meskipun hari ini jatahnya materi bunda produktif dan bunda shaliha (sama sekali belum pernah ikut, hehehe).

Materi bunda produktif kali ini mengenai sociopreneur. Ringkasnya, sociopreneur adalah seseorang yang memiliki kepedulian sosial, dia melihat ada masalah sosial dan berusaha menemukan solusi untuk mengatasi masalah tersebut dengan kemampuan wirausahanya. Perbedaan mencolok antara sociopreneur dengan entrepreneur adalah, jika entrepeneur biasanya didominasi motivasi duniawi dan untuk pribadi. Namun, entepreneur yang baik biasanya memiliki CSR, sederhananya dia memberikan sebagian yang ia peroleh untuk yang membutuhkan. Adapun #sociopreneur motivasinya untuk memberikan solusi terhadap permasalahan sosial. Selain entepreneur dan #sociopreneur, adapula LSM. Motivasi LSM sama-sama masalah sosial tetapi tidak punya kemampuan wirausaha sehingga hanya mengandalkan pendonor atau bantuan orang lain.Ketiganya baik, kita bisa menyesuaikan dengan keadaan kita masing-masing. Well, kalau saya kayaknya lebih cocok LSM hehehe...

"Tugas" dari pertemuan ini adalah menemukan hal-hal dari lingkungan terdekat yang seringkali menimbulkan 'kegalauan' yang sangat-sangat mengganggu. Saya akan coba menguraikannya di tulisan ini, beberapa hal yang seringkali membuat saya 'galau' selama saya mengajar maupun di lingkungan sekitar tempat tinggal saya.

Pelajaran yang terpisah (di sekolah)
Dalam hal belajar-megajar, saya sering merasa kalau pembelajaran yang terjadi hanya sepotong-sepotong. Materi atau mata pelajarannya banyak banget, tapi anak tidak mengerti keterkaitan satu dengan yang lainnya. Anak-anak menerima semuanya secara mentah sebagai varian-varian materi pelajaran : matematika, bahasa indonesia, bahasa inggris, agama, seni budaya, Pkn, olahraga, kewirausahaan, kimia, fisika, ipa, ips, dan mapel-mapel kejuruan (karena saya ngajar di smk). Bayangkan jika kita menerima mapel sebanyak itu dan nggak ngerti hubungannya apa, akan kepakai untuk apa. Pasti hanya akan menjadi beban, dan sangat mungkin setelah ulangan berlalu nggak secuilpun materi yang masih tersisa di otak (hehehe, yang ini pengalaman pribadi saya dengan pelajaran-pelajaran yang nggak saya pahami). Oke, ini sebuah masalah yang pasti ada solusinya.

Sebenernya, saya punya sebuah pandangan yang barangkali bisa menjadi solusi, yaitu dengan pembelajaran secara holistik alias menyeluruh. Maksud dari menyeluruh adalah siswa dapat memahami keterkaitan satu mapel dengan lainnya, siswa dapat mengaplikasikan berbagai pengetahuan yang berupa banyaknya mapel sebagai sebuah discovery atau penemuan atau solusi dari sebuah masalah. Biasanya memang dengan metode 'project based' lebih bisa dilakukan pembelajaran holistik. Mungkin juga bisa ditemukan cara-cara lain. Nah untuk teknis yang lebih detil saya sendiri masih merasa harus banyak belajar dan berdiskusi dengan para inspirator.

Degradasi Moral
Masalah degradasi moral rasanya sudah menjadi masalah nasional. Di sekolah, tentu saja banyak sekali hal-hal yang membuat hati saya miris. 

(tobe continued ya, udah bel pulang... )