Barangkali kesalahan terbesar kita adalah malu yg tidak pada tempatnya. Jika malu tidak dilaksanakan secara adil, kesuksesan adalah hal yg musykil. Karena malu mengakui sesuatu yang mestinya tidak perlu dipermalukan membuat pikiran kita tidak fokus, dan terus memikirkan hal lain, yang tak jarang juga hanya sebatas angan angan. Akibatnya, apa yg dikerjakan menjadi tidak optimal, hal yg ia inginkan pun belum tentu tercapai.
Berikut contoh-contoh malu yang tidak semestinya:
*Seorang ibu yang malu mengakui bahwa dia hanyalah seorang ibu rumah tangga
*Malu mengakui profesi yang halal
*Malu bertanya jika tidak paham
masih banyak sih malu-malu yang lain, somebody wanna share?
Kelas hari itu kami mebahas soal security jaringan, Wide Area Network. Dunia seluas ini dapat terjangkau dengan mudah dengan fasilitas layanan internet. Tahukah anda bahwa di mana saja kita sedang "ngenet" pasti akan ketahuan? Meski butuh waktu, tetapi teknologi membuat semuanya menjadi mungkin. Secara sederhana, hal itu bisa dijelaskan seperti ini. Setiap wilayah punya rentang ip tertentu, setiap provider punya record pelanggan, dan seluruh kepemilikan ip itu semua merujuk pada sebuah asosiasi yang mengatur wilayah rentang ip seluruh dunia. So, kalau teknologi buatan manusia saja bisa melakukan pengawasan seperti itu, apakah kita masih meragukan kemampuan pengawasan Rabb semesta alam?